Selasa, 01 November 2011

keponakan saya yang pintar. . .

ARTI SAHABAT

Ketika aku SMP, aku mempunyai seorang yang aku anggap sahabat (dulu aku tak tahu arti sahabat), Ayu Wahyuni, yang selalu bersamaku, meskipun kelas kita berbeda tapi di asrama kita tidur bersebelahan dan menghabiskan banyak waktu bersama. Ketika aku tak punya uang, dia akan mentraktirku, (mungkin (sudah ku bilang, kan, aku belum tahu arti sahabat)) begitupun sebaliknya. Ketika dia punya cemilan, dia akan berbagi dengan suka rela, (lagi-lagi mungkin) begitupun aku sebaliknya, bahkan sering kali kita dihukum bareng (Ayu berkorban untukku, dia mau menemaniku melakukan kesalahan dengan konsekuensi dihukum Ibu Asrama, (Ayu, aku tertawa mengenang kejadian ini)).
Suatu hari terjadilah adegan yang harusnya tidak aku lakukan sebagai orang yang dianggapnya sahabat.
Begini, ada empat temanku, si B, C, D, D (empat orang ini membuat sebuah genk yang mmm, bisa dibilang mereka suka melakukan hal-hal seenaknya sendiri) sedang berbincang-bincang. Ketika aku nimbrung, ternyata mereka sedang ngomongin orang lain, termasuk ngomongin sahabatku, Ayu Wahyuni. Aku ingin meninggalkan mereka, namun aku merasa tak enak hati, dan alasan lebih parah adalah aku ingin diakui oleh mereka. Ah, sungguh menjijikkannya aku ini.
Hingga aku pun ikut terus mendengarkan mereka dan mulai ikut-ikut ngomongin orang. Sampai pada topik sahabatku, mereka bertanya tentangnya padaku. Pada saat seperti ini pasti mereka menginginkan aku mengatakan hal-hal buruk saja. Pasti. Duh, aku benar-benar menjijikkan.
Aku mulai mencari kesalahan-kesalahan dan kejelekan-kejelekan sahabatku (duh, Gusti, maafkan aku!), dan Yu, kau tahu, aku kesulitan menemukan kesalahan dan kejelekannmu. Namun sayangnya, aku tetap mengatakn pada mereka, dengan terbata-bata aku mengatakan kesalahan yang sering kamu dan aku bahkan semua manusia lakukan, dengan mengeja aku ucapkan kejelekan yang bahkan manusia lakukan (maafkan aku, Yu).
Setengah hari kemudian, aku bertemu dengan sahabatku, dan dia berbeda. Aku tahu, bahwa mereka, genk itu mengatakan apa yang telah aku lakukan pada Ayu. Aku merasa dijebak, bukan oleh mereka, tapi oleh kata-kataku sendiri yang tak harus aku katakan.
Ayu berbeda, dan aku tak berani mengatakan apapun, bahkan satu kata maaf. Sungguh menedihkan!!
Namun, Ayu mengerti (dia memang sahabatku), beberapa saat kemudian is bersikap biasa seperti tak terjadi apa-apa. Dia memaafknku tnpa kata maafku, dia mengerti aku tanpa penjelasanku. Dia memang benar-benar sahabatku. Sungguh, Yu, terima kasih atas penerimaan terhadap aku yang tak sempurna ini. Aku mencintaimu, bahkan setelah hampir enam tahun ini tak bertemu. Loving U always.
Begitulah aku mengerti arti sahabat. Aku pun mencoba tak mengecewakan sahabat-sahabatku saat ini. Adhit, Riris, Wafi, Alma, Atik, Ing, Ditha, aku mencintai kalian.

Minggu, 30 Oktober 2011

Logo kebanggan saya. . .

KALAU KAMU BERANI

Pasti
Akan datang Sang Tamu kepadamu
Siapapun kamu
Tamu pemberi duka berkepanjangan
Mengalirkan linangan air mata
Sungguh, penyesalan tak ada guna
Kesombongan runtuh seketika
Sang Tamu itu Kematian.